Surabaya, Kartanusa – Peningkatan kualitas literasi digital menjadi kunci dalam menghadapi era post-truth, terlebih lagi saat ini memasuki Pemilu 2024.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Jawa Timur (PW IPM Jatim) Muhammad Hengki Pradana dalam agenda talk show PUSAD (Pusat Studi Anti Korupsi dan Demokrasi) yang merilis hasil survei preferensi politik, media baru, dan wacana-wacana aktual Anak Muda Muhammadiyah Jawa Timur. Acara berlangsung di Kunokini Cafe Surabaya, Sabtu (20/1/2024).
Hadir juga Ketua Umum Pemuda Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebagai pengantar diskusi. Dede Nasrullah sebagai pemapar hasil riset, lalu Rokib selaku dosen dan peneliti dari Unversitas Negeri Surabaya.
Lebih lanjut, Dana, sapaan akrabnya, menegaskan bahwa di IPM merupakan organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah yang memiliki basis massa yang paling muda di antara ortom lain di Muhammadiyah.
Terdapat ribuan kader IPM di Jawa Timur yang tersebar 37 pimpinan daerah (PD) di tingkat kabupaten/kota. Hal ini menandakan basis pelajar Muhammadiyah Jawa Timur itu tidak bisa dianggap remeh.
“IPM kan paling muda di antara ortom yang lain, banyak juga kader IPM yang saat ini berusia 17 tahun,” ujarnya.
Karena itu, Dana mengajak teman-teman IPM untuk bisa menggunakan hak pilihnya pada 14 Februari 2024 mendatang. Sebab, syarat usia minimal 17 tahun sudah terpenuhi.
“Terlebih lagi, akan ada bonus demografi tahun 2045 yang itu sangat perlu ada peran dari anak-anak muda. Di masa tersebut, kitalah yang nanti menjadi regenerator bagi pemimpin di masa sekarang,” ungkapnya.
Dana juga menekankan, khususnya kepada anak muda, untuk menekuni literasi digital. Mulai penggunaan Tiktok, Instagram, dan media sosial lainnya. Agar memiliki pandangan politik yang baik untuk menentukan pilihannya nanti.
“Anak muda harus mampu memiliki filtrasi dalam bermedia sosial dan jangan pernah terinfiltrasi terhadap informasi yang tidak benar,” tegasnya.
Laki-laki asal Lamongan ini mengajak kepada seluruh kader IPM Jawa Timur untuk meningkatkan dan mengasah penguatan literasi digital. Pasalnya, hari ini kita hidup di era disrupsi.
“Di mana post-truth menjadi lawan yang nyata. Bisa jadi kebohongan itu dianggap kebenaran. Dan begitu pula sebaliknya. Hoaks justru dianggap kebenaran. Maka pelajar harus bijak bermain medsos,” pesannya.
(Faqih/AS)