Surabaya, kartanusa.id – Research Group Tobacco Control (RGTC) bekerja sama dengan Tobacco Control Support Center (TCSC) dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menggelar Workshop Penggunaan Pajak Rokok dan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk penguatan Implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Rabu (24/1/2024).
Kegiatan yang dilaksanakan di Hotel Swiss-Belinn Manyar Kertoarjo nomor 100 Surabaya tersebut menghadirkan narasumber dari Biro Perekonomian Provinsi, peneliti, serta mengundang 16 kabupaten kota se-Jawa Timur.
Ketua Research Group Tobacco Control sekaligus Dekan FKM Unair Prof Dr dr Santi Martini MKes menjelaskan bahwasanya kegiatan workshop adalah bagian dari tugas dari institusi pendidikan.
“Kita tidak hanya mengajar dan meneliti saja, namun kami juga melakukan pengabdian kepada masyarakat, memberikan peran serta bagaimana bisa meningkatkan literasi, pengetahuan mereka sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan derajat kesehatan maupun kesejahteraannya,” tuturnya.
Kenapa mengambil topik tersebut, lanjut Santi Martini, karena di Indonesia hampir 80 % kabupaten-kota dari 514 yang sudah mempunyai regulasi yang terkait dengan pengendalian tembakau, baik itu perda, SK Bupati, perwali, pergub, dan lain sebagainya.
“Pada penelitian kami, yang menjadi perhatian biasanya setelah mempunyai perda, tantangannya adalah penegakan,” terangnya.
“Nah, penegakan itulah yang harus kita jaga, karena tidak hanya sekedar mempunyai peraturan saja, namun bagaimana peraturan pun bisa diterapkan dan ditegakkan,” imbuhnya.
Lanjut Santi Martini, salah satu yang menjadi tantangan adalah sumber daya, dalam hal ini bagaimana kondisi dana anggaran yang bisa digunakan untuk membantu kegiatan tersebut.
“Kita membantu teman-teman yang ada di Pemda, bagaimana menggunakan pajak rokok atau menggunakan dana bagi hasil cukai tembakau agar bisa digunakan untuk menjaga atau menerapkan perda KTR tersebut,” paparnya.
“Yang jelas, bahwa perda KTR atau regulasi terkait dengan KTR itu bukan melarang orang merokok, namun mengatur orang merokok, karena kita tahu yang terkena paparan asap rokok, dampaknya tidak hanya perokok, tetapi juga orang yang berada disekitarnya,” imbuhnya.
Masih dengan Santi Martini, tempat merokok itu bisa diatur, dimana kawasan yang tidak boleh merokok diantaranya, sarana pendidikan, kesehatan, tempat bermain anak, sarana ibadah, transportasi publik atau umum. Sementara orang yang merokok, dibuatkan tempat sendiri untuk ruang merokok.
“Kami berharap dengan adanya workshop ini, mereka bisa memanfaatkan sumber dana tersebut, serta diperlukan satgas pemantau kawasan tanpa rokok yang merupakan bagian dari edukasi dan sosialisasi,” tandasnya. (Yuda)