Hilangkan Diskriminasi dan Stigma Negatif, SMAMX Gelar Ujian Pendidikan Khusus dan Umum Bersama
Surabaya, kartanusa.id – Pemahaman tentang sekolah inklusif harus sama, segenap jajaran pendidikan baik pengawas maupun kepala sekolah agar mendiskusikan sekolah inklusif yang menjadi kebijakan pemerintah
sehingga tidak boleh lagi ada diskriminasi dan stigma negatif dalam aktivitas pendidikan dan anak pendidikan khusus inklusi yang ada di Sekolah Keberbakatan Muhammadiyah Boarding Area Sport Art and Sains SMA Muhammadiyah 10 Surabaya (MBA Spartans SMAMX).
Pesan tersebut disampaikan oleh Ir Sudarusman selaku Direktur penjamin mutu dan branding sekolah keberbakatan MBA Spartans ketika meninjau ujian praktik SMAMX hari ke-empat, Senin (19/2/2024).
Menurut pengamatannya, pelaksanaan ujian praktik berbasis festival bagi siswa kelas XII di MBA Spartans SMAMX sudah sesuai dengan konsep paradigma pendidikan berbasis luas dengan sistem memfasilitasi sesuai bakat dan minat siswanya. Artinya, tidak boleh lagi ada aktivitas yang diskriminasi, termasuk saat ujian praktik berbasis festival MBA Spartans SMAMX 2024.
“Dengan semakin bertambahnya jumah siswa pendidikan khusus inklusi di MBA Spartans SMAMX membuat banyak perubahan manajemen pendidikan di SMAMX,” ujarnya kepada awak media kartanusa.id via WhatsApp, Rabu (21/2/24).
Lanjut Sudarusman, salah satu yang paling tampak yakni fasilitas pendidikan dari yang dulu berfokus pada siswa pendidikan umum (siswa reguler), saat ini mau tidak mau harus sama-sama difasilitasi bagi siswa pendidikan khusus.
“Maksudnya, MBA Spartans SMAMX harus mampu mewujudkan sekolah tanpa ada diskriminasi dan stigma negatif terhadap pendidikan khusus inklusi,” terangnya.
Mendiskusikan pendidikan tanpa diskriminasi tidak bisa dipisahkan dari Sumber Daya Manusia (SDM) dan perkembangan teknologi yang semakin maju.
Di era saat ini SDM dituntut memiliki kemampuan menguasai digitalisasi, tidak terkecuali guru pendamping khusus (GPK). Karena era digital sangat berpengaruh pada beberapa aspek dalam dunia pendidikan.
Salah satunya, pola pembelajaran pada pendidikan khusus inklusi.
“Semua pembelajaran dan kemampuan yang kita berikan saat ini adalah kemampuan yang akan kita dapatkan 10 hingga 20 tahun akan datang. Artinya, sekolah harus memiliki kemampuan melihat jauh depan, dengan memberikan bekal sukses memecahkan problema saat ini dan masa depan, dengan tanpa ada diskriminasi dan stigma negatif terhadap siswa pendidikan khusus inklusi,” tandasnya. (sudar/yud)