Monday, December 2, 2024
spot_img
CleanTexs
20240303_141948
agaddhita
UMcmps
previous arrowprevious arrow
next arrownext arrow
Shadow

Apapun Yang Terjadi, Palestina Harus Merdeka dari Zionis Israil

Apapun Yang Terjadi, Palestina Harus Merdeka dari Zionis Israil

Oleh: Dr. Adian Husaini
(www.adianhusaini.id)
Ketua Umum DDII Pusat

Depok, kartanusa.id – Kekejaman Israel di Gaza semakin menjadi-jadi dan jelas-jelas merupakan satu bentuk genosida. Dengan kekuatan militernya, Israel terus-menerus membantai warga Palesina hingga korban mencapai lebih dari 27 ribu jiwa. Ratusan ribu bangunan diluluh-lantakkan. Jelas sekali, tujuannya adalah pembunuhan, pengusiran, dan pembasmian etnis bangsa Palestina.

Kecaman, aksi protes, boikot, dan sebagainya sudah dilakukan dunia. Tapi, Israel – seperti masa-masa sebelumnya – tidak peduli dengan semua itu. Jika kita buka kembali lembaran sejarah, jelaslah, semua ini sudah mereka rencanakan sejak munculnya gagasan pendirian Negara Yahudi Israel. Aksi-aksi kekejaman Isreal itu memang sudah dikonsepkan dan diterapkan selama puluhan tahun.

Pada tataran konsepnya, zionisme itu sudah menempatkan dirinya sebagai penjajah. Maka, yang bisa mereka lakukan untuk bertahan adalah melakukan kekejaman. Karena bangsa Yahudi adalah bangsa yang kecil, maka mereka harus kuat dan menggunakan kekuatan itu untuk melampiaskan ambisi mereka.

Konsep zionisme ini dimotori oleh Vladimir Jabotinsky (1880-1940). Ia mengemukakan secara tegas premis-premis esensial Zionisme yang telah diletakkan sebelumnya oleh Herzl, Weizmann, atau tokoh Zionis lainnya, meskipun tidak secara jelas.

Gagasan Jabotinsky bersifat sangat realistis, dengan memandang Zionisme politik sebagai suatu imperialisme, sehingga mustahil terjadi kerjasama atau rekonsiliasi antara Yahudi dengan Arab, sehingga harus dipersiapkan kekuatan.
Kata Jabotinsky: “Tidak akan ada pembahasan tentang rekonsiliasi sukarela antara kita dengan orang-orang Arab.

Tidak untuk sekarang dan tidak untuk di masa datang. Semua orang yang berakal sehat, kecuali mereka yang buta sejak lahir, sejak lama telah memahami kemustahilan untuk bisa mencapai suatu kesepakatan sukarela dengan bangsa Arab Palestina bagi pengubahan Palestina dari sebuah negeri Arab menjadi sebuah negeri dengan mayoritas Yahudi.”

Menurut Jabotinsky, itulah langkah yang harus dijalankan oleh kaum Zionis jika ingin sukses dalam menduduki Palestina. Tidak masalah apakah dilakukan dengan paksaan dan kekerasan. “Paksaan harus memainkan perannya, dengan segala kekuatan dan tanpa keengganan,” tegas Jabotinsky.

Setelah Deklarasi Balfour 1917, kaum Zionis makin leluasa melakukan aksi-aksi kekejemannya di Palestina. Mulai tahun 1936-1939, penduduk Palestina mulai melakukan perlawanan, baik melalui pemogokan sipil maupun pemberontakan bersenjata. Tapi, reaksi pemerintah mandat Inggris sangat keras. Sejak 30 Juli 1936 diberlakukan hukum Perang. Siapa pun yang dicurigai mendukung pemogokan ditahan. Rumah-rumah dirobohkan di seluruh Palestina.
Sebagian Kota Jaffa dihancurkan yang mengakibatkan 6.000 orang kehilangan tempat tinggal.

Selama Palestina dalam pengawasan Inggris, 196 pejuang nasional Palestina dihukum gantung, 50.000 terbunuh, dan 300 orang dipenjara seumur hidup. Pemerintah mandat Inggris juga bekerjasama dengan kekuatan Zionis. Kekuatan-kekuatan bersenjata Zionis disatukan dengan intelijen Inggris, dan menjadi penopang polisi kekuasaan Inggris yang mengerikan. Tahun 1939, jumlah kekuatan angkatan bersenjata Zionis yang bekerjasama dengan Inggris sudah mencapai 14.411 orang.

Kelompok-kelompok Zionis bersenjata itulah yang kemudian melakukan berbagai aksi terorisme di Palestina. Dua kelompok teroris yang terkenal adalah Haganah dan Irgun. Kelompok teroris Irgun pimpinan Manachen Begin, misalnya, terkenal kebrutalannya dalam aksi pembantaian di Deir Yasin, 9 April 1948. Sebanyak 254 penduduk desa tersebut – baik lelaki, wanita, anak-anak, dan orang jompo – semuanya ditumpas habis oleh pasukan Irgun.

Dalam bukunya, The Revolt, Begin menulis, seandainya tidak ada peristiwa tersebut (Deir Yasin), tentu tidak akan pernah berdiri negara Israel. Aksi kekejaman Begin masih berlanjut pada 1982 dengan membantai ratusan pengungsi Palestina di Shabra dan Shatila.

Pembantaian-pembantaian terhadap warga non-Yahudi itu dicarikan dalilnya dalam Bible Yahudi. Mereka berdalih, negara Israel masa kini dianggap mengulangi perbuatan misi suci Israel, yaitu menghancurkan Kanaan – dengan menyamakan bangsa-bangsa Arab sebagai bangsa Kanaan dan penduduk terdahulu yang mendiami negeri itu: “Sekarang pergilah dan kalahkanlah Amalek, dan hancurkan semua yang mereka punyai, dan jangan sisakan mereka, bunuhlah semua laki-laki dan perempuan, bayi dan anak-anak yang masih menyusu, sapi-sapi jantan dan domba-domba, unta-unta dan keledai.” (I Samuel, 15:3).

Dengan pola homogenisasi semacam itu, Zionis kemudian berhasil melakukan penguasaan penuh terhadap wilayah Palestina. Menurut Roger Geraudy, tidaklah benar jika Negara Israel dibentuk oleh PBB. Tapi, negara tersebut dibentuk oleh serangkaian kekerasan yang dilakukan kelompok teroris Haganah, Irgun, dan Stern.

Ketika Deklarasi Balfour (1917) diresmikan, kaum Zionis baru menguasai 2,5 persen dari tanah Palestina. Tahun 1947, baru 6,5 persen tanah Palestina yang dikuasai Zionis. Tetapi, sejak tahun 1982, mereka telah menguasai 93 persen.

Jadi, aksi-aksi pembantaian, pengusiran, pembasmian bangsa Palestina itu memang sudah dirancang sejak dulu. Israel sepertinya hanya mencari-cari momentum dan alasan pembenarannya.
Tokoh Zionis Theodore Herzl, dalam catatan hariannya bertanggal 12 Juni 1895, menulis: “Secara bertahap dan perlahan, kita harus menguasai tanah yang telah dijanjikan bagi kita. Kita harus berusaha menghalau penduduk yang ada, agar melewat batas negara, dengan cara menciptakan pekerjaan menarik di seberang perbatasan sana, seraya menghancurleburkan pekerjaan di negara sendiri.

Dengan demikian, maka para pemilik tanah tersebut akhirnya akan datang kepada kita. Dan kedua rencana tersebut, baik penguasaan tanah ataupun pengusiran jembel-jembel sialan itu, harus dilakukan secara terputus-putus dan berhati-hati.” (Sumber: Ralph Schoenman, Mimpi Buruk Kemanusiaan:Sisi-sisi Gelap Zionisme, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1998). Roger Geraudy, Israel dan Praktik-praktik Zionisme” (Bandung: Pustaka, 1988).

Itulah akar sejarah kekejaman negara Zionis Israel yang semakin menjadi-jadi. Dunia pun kini bangkit melawan negara Zionis Israel. Hanya sebagian kecil negara dan kelompok-kelompok tertentu yang masih mendukung Israel. Sebagai muslim Indonesia, kita terus berjuang, dengan doa, bantuan sosial, opini dan diplomasi. Semoga Allah SWT menolong saudara-saudara kita di Palestina. Amin

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles