Pemilu 2024 Telah Usai, Saatnya Muhasabah Untuk Kemajuan Indonesia
Surabaya, kartanusa.id – Dalam kancah percaturan peradaban global saat ini, siapa pun yang jadi presiden Indonesia 2024-2029, umat Islam tetap menghadapi tantangan hegemoni peradaban modern yang didominasi nilai-nilai sekulerisme dan materalisme. Peradaban mencakup berbagai aspek kehidupan: politik, ekonomi, sosial, budaya, militer, dan pendidikan.
Presiden dan para menterinya datang silih berganti. Tetapi, konsep pendidikan, ekonomi, pembangunan, dan sebagainya, masih belum banyak berubah. Teori tentang manusia, pendidikan, pembangunan, dan kemajuan, masih yang itu-itu juga yang diajarkan di sekolah dan perguruan tinggi.
Ukuran kemajuan suatu bangsa, masih ditentukan atas dasar materi, pendapatan per kapita. Ini penting. Tetapi, sepatutnya, aspek iman, taqwa dan akhlak mulia, lebih diutamakan menjadi indikator utama keberhasilan pembangunan. Keselamatan dan kemegahan duniawi masih dianggap lebih penting daripada keselamatan akhirat.
Dalam sistem demokrasi, para calon presiden dituntut untuk mampu memikat hati rakyat agar memberikan dukungannya. Karena itu, mereka harus berbicara dengan bahasa yang dipahami oleh rakyat kebanyakan.
Kita berharap, idealnya, para capres mengajak masyarakat untuk mengutamakan perbaikan akhlak. Itulah tujuan diutusnya Nabi Muhammad saw. Orang miskin yang akhlaknya mulia, lebih baik daripada orang kaya yang akhlaknya rusak.
Bahkan, semakin kaya dan semakin tinggi jabatan orang yang rusak akhlaknya, maka akan semakin besar pula daya rusaknya kepada masyarakat.
Para calon presiden “terpaksa” harus menjanjikan hal-hal yang sifatnya menyenangkan untuk rakyat. Tentu saja dengan bahasa yang dipahami rakyat.
Kita berharap, pemerintahan baru nanti bersedia merumuskan konsep-konsep pendidikan dan pembangunan yang lebih sesuai dengan amanah konstitusi.
Dalam perspektif dakwah peradaban inilah, Dewan Da’wah Islamiyah Indoensia (DDII), misalnya dengan merumuskan visi perjuangan mewujudkan Indonesia adil dan makmur tahun 2045.
Dalam konteks pembangunan peradaban, DDII sedang berjuang mewujudkan institusi-institusi dakwah yang terbaik, terutama institusi pendidikan, agar bisa melahirkan manusia-manusia yang unggul.
Alhamdulillah, DDII memiliki warisan intelektual, warisan aset-aset dakwah dan warisan keteladanan dari banyak tokohnya, khususnya Mohammad Natsir. Ada pelajaran berharga dari Pak Natsir agar dakwah kita berlangsung dengan baik.
Dalam menjalankan dakwah, maka seorang dai tidak boleh mudah patah arang atau putus asa. Pak Natsir menjelaskan, bahwa dakwah itu seperti akar pohon yang lembut yang menembus celah-celah batu karang. Lama-lama, batu karang itu terbelah oleh akar pohon. Jadi, sekecil apa pun dakwah, tetap harus dilakukan.
Nabi Muhammad saw mengajak para tokoh musyrikin Quraisy, Yahudi dan Nasrani untuk berdialog dan untuk masuk Islam. Akhirnya, banyak diantara mereka yang masuk Islam dan menjadi sahabat Nabi terkemuka, seperti Umar bin Khathab, Khalid bin Walid, dan sebagainya.
Dalam konteks Pemilu 2024, siapa pun yang terpilih sebagai presiden RI 2024-2029, maka kewajiban kita adalah tetap melaksanakan dakwah dengan sebaik-baiknya, baik kepada pemerintah, maupun kepada masyarakat.
Semoga pemerintah baru memberikan perhatian dan bantuan terhadap perkembangan dakwah di Indonesia. Setidaknya, pemerintah tidak menghalang-halangi perkembangan dakwah.
Kita maklum dengan kondisi pemikiran para pemimpin dan tokoh bangsa kita merupakan produk dari pendidikan yang ada selama ini.
Kewajiban para dai adalah menyampaikan kebenaran dan mengajak para pemimpin kita untuk merumuskan dan melaksanakan konsep pembangunan yang membawa kemajuan bangsa secara hakiki.
Pemilu 2024 menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua. Disamping banyaknya kemajuan dalam dakwah di Indonesia, masih begitu banyak yang harus terus diperjuangkan dan diperbaiki di negeri kita.
Kita harus berani melakuan introspeksi dan koreksi internal terhadap diri dan langkah-langkah dakwah kita selama ini. Semoga Allah SWT menolong kita semua. Amin. (Salman/yud)