Monday, December 2, 2024
spot_img
CleanTexs
20240303_141948
agaddhita
UMcmps
previous arrowprevious arrow
next arrownext arrow
Shadow

Inspirasi Kehidupan: Bahagia Bersemayam di Hati

 

oleh Drs Najib Sulhan MA
(Ketua PCM Mulyorejo Surabaya)

Bahagia Bersemayam di Hati

Tujuan hidup manusia adalah bahagia dalam kebaikan di dunia maupun di akhirat (Q.S Al-Baqoroh: 201). Bahagia bukanlah terletak di harta yang berlimpah. Bukan pula berada pada jabatan yang tinggi. Juga bukan pada ketinggian ilmu akademiknya. Hal ini tampak bahwa orang yang hartanya melimpah, jabatannya tinggi, dan titelnya selangit belum menjamin seseorang hidup bahagia.

Bahagia bersemayamnya di hati. Dengan demikian bahagia itu milik semua orang yang mampu menjaga hatinya dengan baik. Inilah keadilah Allah. Andai bahagia hanya dimiliki oleh orang kaya, maka orang miskin tak berhak bahagia. Andai bahagia itu hanya milik orang yang memiliki jabatan tinggi, maka orang yang tidak punya jabatan tidak berhak bahagia. Demikian pula, andai bahagia itu milik orang yang bertitel tinggi, maka orang yang tidak bertitel sarjana tak bisa bahagia.

Agar hidup selalu diliputi bahagia, minimal ada tiga hal. Pertama, orang yang bahagia itu pandai bersyukur, yaitu memiliki sifat qonaah dan ridho. Artinya, qonaah itu merasa cukup atas pemberian Allah. Tidak silau dengan apa yang diberikan Allah kepada orang lain. Sementara ridho itu rela, tidak mengeluh terhadap apa yang menimpa pada dirinya. Apapun takdir yang diterima, tak mudah mengeluh, selalu menunggu hikmahnya.

Orang yang bersyukur, mampu menikmati apa yang diberikan oleh Allah kepadanya. Bahkan nikmat itu digunakan sesuai dengan kehendak yang memberinya. Ini semua wujud syukur atas pemberian dalam bentuk kenikmatan (qonaah) dan pemberian dalam bentuk ujian (ridho). Dengan demikian, orang yang bersyukur, sandarannya adalah Allah.

Kedua, orang yang bahagia itu senang memberi. Bukan hanya berupa harta, termasuk ilmu, solusi, dan lainnya. Orang yang biasa memberi, lebih bahagia daripada yang sekedar menerima. Orang memberi memiliki mental kaya karena tidak berharap mendapatkan, tetapi selalu berfikir untuk bisa berbagi.

Ketiga, orang bahagia itu pandai memaafkan. Siapapun yang terbiasa memaafkan orang lain, maka tidak akan terbebani hidupnya. Budaya memaafkan dapat menghapus penyakit hati, seperti benci, amarah, dendam, fitnah. Penyakit hati seperti inilah yang dapat menyakiti diri sendiri.

“Memaafkan bukan melupakan orang yang menyakiti. Memaafkan itu memutus pikiran dengan hati. Pikiran boleh saja mengingat kejadian yang menyakitkan, tetapi hati tak terpengaruh. Maka, jagalah hati dengan sebaik-baiknya agar kehidupan selalu diliputi kebahagiaan karena bahagia selalu bersemanyam dalam hati”.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles