Oleh Najib Sulhan
(Ketua PCM Mulyorejo)
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu memberikan pelajaran kepadanya. ” Hai anakku, Janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Q.S. Luqman: 13)
Materi pertama adalah kunci. Luqman menyadarkan kepada anaknya bahwa manusia itu ada yang mencipta, ada yang mengatur, ada yang memimpin, ada yang memiliki, Dialah Allah. Ini yang disebut dengan TAUHID RUBUBIYAH.
Dengan menyadari bahwa kita diciptakan, dipelihara, diatur, dan dicukupi oleh Allah, maka hanya kepada Allahlah manusia menyembah, meminta, dan berharap. Pengesaan ibadah hanya kepada Allah dan bukan kepada yang lain inilah yang disebut dengan TAUHID ULUHIYAH.
Ketika manusia melaksanakan ibadah, bernadzar, maupun berdoa dengan niat bukan karena Allah, maka disebut dengan SYIRIK, yaitu menyekutukan Allah. Dan syirik itu bentuk kezaliman yang besar. Niat inilah yang menetukan nilai ibadah seseorang. Niat tidak bisa diketahui oleh orang lain, tetapi niat sebagai pengikat amal. Hanya diri sendiri dan Allah yang mengetahui.
Niat ibarat alamat dalam pengiriman surat. Ketika seseorang hendak mengirim surat pada Si A, ternyata dalam surat tertulis tujuan ke Si B, maka surat itu akan sampai ke Si B. Tidak akan sampai ke Si A.
Sama halnya dengan ketika manusia beribadah, yang mestinya harus kepada Allah, ternyata niatnya bukan kepada Allah. Niatnya berganti kepada manusia, ingin mendapatkan pujian, ingin penghargaan, ingin julukan. dll. Maka tidak akan dapat pahala dari Allah karena alamatnya berbeda, tujuannya berbeda. Nah di sinilah perlu pemurnian tujuan ibadah, semata-mata karena Allah.
Bagaimana kisah penggembala kambing di Zaman Umar bin Khotob yang menjalankan amanah semata-mata karena Allah. Meskipun diuji oleh Kholifah Umar bin Khotob untuk dibeli satu kambingnya, pemuda ini tetap tidak mau. Juragannya boleh saja tidak tahu, tetapi Allah sebagai penguasa, pemelihara, pemimpin selalu tahu apapun yang dikerjakan oleh manusia. Ini adalah bentuk keberhasilan orang tua, masyarakat pada masa Kholifah Umar bin Khotob dalam penguatan ketauhidan. Lalu bagaimana dengan kita yang selalu diliputi dengan kepentingan?