oleh Agung Wahyu Nugroho
Ketua Umum PD IPM Kota Surabaya
Belum genap sebulan pemilu berbagai konflik yang menjadi senjata perang politik identitas namun hari ini bagaimana nasib lingkungan dari stement hilirisasi sampai mengganti nikel sebagai komoditas bahan bakar, namun perdetik ini kesadaran masyarakat perihal lingkungan masih belum masif.
Terkhususnya kota Surabaya, kota besar ke-2 setelah Jakarta kota yang dimana rindang akan tumbuhan beton nya, apalagi kini memasuki musim penghujan intensitas hujan yang semakin meninggi demikian mengakibatkan banjir dimana-mana.
Penghargaan yang baru diberikan menteri lingkungan hidup terhadap kota surabaya pun perlu di perhitungkan kembali dimana kondisi kota surabaya masih minim akan partisipan dan serius dalam menanggulangi masalah lingkungan banjir dimana-mana.
Lalu kasus waduk sepat dibagaimanakan? Nasib masyarakat yang termarjinalkan bagaimana? Lalu peran pelajar bagaimana?
Pelajar ada ujung tombak dalam perputaran pemimpin sebagaimana pada surah al baqarah ayat 30
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
Allah SWT telah memutuskan bahwa manusia akan menjadi khalifah atau pemimpin di bumi sejak sebelum mereka diciptakan.
Sebagaimana semestinya pelajar tak harus belajar di sekolah tapi dimana pun adalah sekolah tak hanya dalam ruang saja.
Kesadaran terhadap lingkungan harus ditanamkan dari dini agar secara masif dari akar rumput sampai atas agar tak ada lagi kesenjangan pengetahuan antar golongan muda dengan golongan tua.
Ini bukan perihal penulis bagian dari orang yang termarjinalkan tetapi ini dari rasa yang lama terpendam namun izin untuk meluapkan.
Salam akal sehat, salam lestari