oleh Adi Pramono
Ketua MDMC PDM Surabaya dan Sekretaris PCM Sawahan
“Politik uang”, pemberian dalam bentuk uang atau barang serta janji. Diberikan kepada pemilik suara, dengan harapan menjatuhkan pilihan pada calon yang dikehendaki.
Padahal sesungguhnya, money politics, dianggap musuh besar dalam setiap penyelenggaraan pesta demokrasi.
Politik uang sudah dianggap lumrah dan normal-normal saja. Dalam ungkapan canda satire sering diucapkan, “nomor piro wani piro” (nomer berapa berani berapa).
Fenomena ini menggejala setiap kali pemilu tiba. Bukan rahasia lagi, antara pememberi dan penerima bertransaksi, tanpa ada rasa salah dan dosa. Uang ataupun barang menjadi “juru bicara” dalam pertarungan, gelanggang politik.
Seringkali, jumlah uang dianggap sebagai tolak ukur kekuatan politik. Pemenang kontestasi, dapat dipredisksi dari berapa jumlah uang, yang terbang menghampiri sasaran.
Celakanya, Masyarakat menyambut hangat seolah bersuka-cita. Sudah jamak terdengar, seberapa tebal isi amplop, menjadi alat pembanding antara kontestan yang bertarung. Siapa nanti yang tampil sebagai pemenang, bukan urusan mereka. Tak perlu ikut ambil pusing.
Pada masa-masa pemilu, aktifis politik, atau lebih tepat “makelar politik” menyiapkan strategi pemenangan. Mendekat pada rakyat, dengan janji-janji manis penuh kepalsuan. Yang tak kalah penting, bermain dengan dana dalam jumlah besar.
Dari mana sumber dananya?. Dapat ditebak secara akurat, cukong politik bermain di balik panggung politik yang tersedia.
Mereka yang terbiasa berada di lapisan atas, di tempat mewah, bersih, ber ac, serta hotel berbintang. Tiba-tiba dekat ke masyarakat lapis bawah. Turun ke angkringan, warkop kampung-kampung kumuh, demi memainkan drama-pilu di hadapan hati rakyat. Panggung sandiwara yang selalu berlangsung, setiap pesta demokrasi tiba.
Disinilah, pasar murah berlangsung. Suara pemilih diperjual-belikan, bagaikan komoditi pasaran yang dapat dipermainkan. Upaya apa pun dilakukan, dengan membayar receh maka tampil sebagai pemenang.
Politisi, makelar politik, serta para cukong merapat dalam satu barisan sesui dengan kepentingan masing-masing. Tidak mengherankan, bila nantinya, banyak kebijakan berpihak kepada pemangku kepentingan itu. Dapat dipastikan kepentingan pemilik modal, mendapatkan konsesi yang tak boleh diabaikan.
Seringkali, korupsi terjadi karena rangkaian “kong-kalikong” ini. Dana yang sudah keluar, setidak, balik modal. Tak jarang berlipat-ganda secara finansial.
Dalam KBBI, korupsi bermakna suap atau sogok. Tentu juga berkaitan dengan makna dari politik uang.
Dalam undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum (undang-undang pemilu), pada pasal 515 menyatakan “setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak 36 juta”.
Politik uang bersifat progranatic, terutama dilakukan petahana. Mereka yang mempunyai kekuatan dan keuntungan. Dapat memanfaatkan fasilitas jabatan, berkedok program, bantuan social, bantuan tunai, dan lain sebagianya. Masyakat tertentu bisa diarahkan pada pilihan, sesuai kehendak pemberi bantuan.
Seharusnya Masyarakat memahami apa itu politik uang?? (money politics) Dan apa saja jenis dan bentuknya. Lalu apa dampaknya?? Bagaimana dengan para generasi penerus bangsa??
Persyarikatan Muhammadiyah merupakan oraganisasi Islam non pemerintah yang berpatokan pada Al – Hadist dan Al – Qur’an.
Secara umum bisa diartikan umatnya Nabi Muhammad SAW. Muhammadiyah merupakan oraganisasi terbesar di Indonesia. Bagaikan negara didalam negara yang secara structural. Hampir sama dengan negara, dengan memiliki Presiden, yakni Pimpinan Pusat, Gubernur dengan Pimpinan Wilayah, dan Walikota Pimpinan Daerah, serta tingkat kecamatan Pimpinan Cabang, Pimpinan Ranting sebagai lurahnya. Muhammadiyah juga bergerak di bidang Pendidikan, Kesehatan, dan lain sebagainya.
Muhammadiyah senantiasa mencanangkan Gerakan Islam dengan dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Artinya, menyeru dalam amalan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran.
Menjadi pertanyaan, Bagaimana sikap Muhammadiyah terhadap money politics? Jangan-jangan, tidak disadari, masuk dalam lingkaran money politics itu sendiri?
Bagaimana Muhammadiyah mengambil peran? Jelas sekali, politik uang merupakan kemungkaran dan kejahatan yang sangat besar. Bahkan bisa merusak demokrasi dinegara kita!!. Lantas sejauh mana Langkah Muhammadiyah menghadapi situasi itu?
Pertanyaan semacam itu muncul, karena wajah Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah, amar makruf nahi mungkar. Muhammadiyah memiliki jaringan yang solid dan besar dalam membangun kesadaran masyarakat. Salah satunya, yang juga sangat penting, mendidik masyarakat agar menyadari akan bahaya dan betapa dosanya, politik uang.
Wallahu A’lam