Thursday, February 13, 2025
spot_img
CleanTexs
20240303_141948
agaddhita
UMcmps
iklan_klikmu2025
previous arrowprevious arrow
next arrownext arrow
Shadow

Catatan Demokrasi : BUMN, Politik Balas Budi ?

BUMN, Politik Balas Budi ?

Oleh Cak Doel Wahid (Abdul Wahid Azar) Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (PP-IPHI)

Dalam lanskap bisnis yang terus berkembang dan semakin kompetitif, urgensi untuk merombak pola pikir dan praktik manajemen di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) semakin tak terelakkan. Diskusi terbaru mengenai relevansi politik balas budi dalam penggantian direksi dan komisaris BUMN mengungkap bahwa era patronase politik sudah seharusnya ditinggalkan. Sebagai gantinya, BUMN harus mengadopsi pendekatan berbasis kompetensi, tantangan, dan target yang jelas untuk mencapai keberhasilan yang berkelanjutan.

Praktik penggantian direksi dan komisaris BUMN berdasarkan politik balas budi tidak hanya ketinggalan zaman, tetapi juga merugikan. Ketika posisi strategis diisi oleh individu yang dipilih bukan karena kompetensi mereka melainkan sebagai imbalan politik, konsekuensi negatifnya sangat jelas. Kinerja perusahaan menjadi stagnan, efisiensi menurun, dan kepercayaan investor melemah.

Sejarah telah menunjukkan bahwa patronase politik sering kali menjadi penghalang utama bagi profesionalisme dan efisiensi dalam manajemen BUMN. Praktik ini merusak moral dan etos kerja karyawan yang merasa bahwa usaha keras dan kompetensi mereka tidak dihargai. Selain itu, hal ini dapat menciptakan iklim kerja yang tidak sehat, di mana kepentingan pribadi dan politik lebih diutamakan daripada kepentingan perusahaan dan publik.

Keberhasilan Ignatius Jonan di Kereta Api, patut menjadi contoh kualitas profesional, sebuah contoh nyata yang mengukuhkan urgensi perubahan dalam kepemimpinan di PT. Kereta Api (Persero). Di bawah kepemimpinannya, Ignatius Jonan tidak hanya berhasil merubah etos kerja tetapi juga meningkatkan pendapatan perusahaan secara signifikan melalui kebijakan inovatif yang berfokus pada pelayanan prima dan efisiensi operasional. Sebelum Jonan mengambil alih, PT. Kereta Api menghadapi berbagai tantangan, termasuk layanan yang buruk, masalah keselamatan, dan keuangan yang tidak stabil.

Jonan memulai reformasi dengan menetapkan standar kerja yang tinggi dan disiplin yang ketat. Dia memastikan bahwa setiap karyawan memahami pentingnya memberikan layanan terbaik kepada penumpang. Dengan kebijakan “No Ticket, No Ride” dan peningkatan fasilitas di stasiun, Jonan berhasil meningkatkan kenyamanan dan keselamatan penumpang. Pendapatan perusahaan melonjak karena peningkatan jumlah penumpang dan efisiensi operasional yang lebih baik. Ini adalah bukti bahwa kompetensi dan visi yang jelas jauh lebih penting daripada sekadar loyalitas politik.

Tantangan dan Target Syarat pimpinan BUMN

Setiap direksi dan komisaris BUMN harus diberikan target kinerja yang jelas dan menantang. Target ini bukan hanya alat ukur, tetapi juga pendorong semangat kerja yang lebih tinggi. Evaluasi kinerja yang dilakukan secara berkala, transparan, dan objektif memastikan bahwa setiap upaya menuju pencapaian target dapat dinilai dengan adil. Tantangan dan target yang jelas juga membantu menciptakan akuntabilitas dan transparansi dalam manajemen perusahaan.

Generasi muda Indonesia telah menunjukkan bahwa mereka mampu bekerja dalam lingkungan yang penuh tantangan dan target. Contoh dari para profesional muda di sektor pemasaran bank, yang dihadapkan pada target ketat dan risiko kehilangan pekerjaan jika tidak tercapai, menggambarkan bahwa penghargaan dan konsekuensi berbasis kinerja sangat efektif dalam mendorong produktivitas dan komitmen. Para profesional muda ini bekerja dengan kesadaran penuh bahwa pencapaian target adalah kunci untuk keberhasilan karir mereka dan kelangsungan pekerjaan mereka.

Implementasi dalam Manajemen BUMN

BUMN harus mengadopsi pendekatan yang sama untuk memastikan keberhasilan jangka panjang. Beberapa langkah praktis yang dapat diambil meliputi;

Pertama, Penetapan KPI yang Jelas: Setiap posisi manajerial harus memiliki Key Performance Indicators (KPI) yang terukur dan realistis. KPI ini harus mencakup berbagai aspek kinerja, termasuk keuangan, operasional, dan kepuasan pelanggan. Dengan KPI yang jelas, setiap direksi dan komisaris memiliki panduan yang konkret untuk mengarahkan upaya mereka.

Kedua, Program Insentif Berbasis Kinerja: Implementasi program insentif berbasis kinerja dapat mendorong pencapaian target dan meningkatkan motivasi kerja. Insentif ini harus diberikan secara adil dan berdasarkan pencapaian kinerja yang terukur. Hal ini memastikan bahwa penghargaan yang diberikan benar-benar mencerminkan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian tujuan perusahaan.

Ketiga, Evaluasi Transparan: Evaluasi kinerja harus dilakukan secara objektif dengan melibatkan pihak ketiga jika diperlukan untuk menjaga integritas proses. Evaluasi ini harus berdasarkan data yang akurat dan transparan, serta dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa setiap direksi dan komisaris tetap berada di jalur yang benar dalam mencapai target mereka.

Reformasi manajemen BUMN tidak hanya membutuhkan perubahan kebijakan, tetapi juga perubahan budaya organisasi. BUMN harus bertransformasi menjadi entitas yang lebih profesional dan kompetitif, dengan fokus pada pencapaian kinerja yang optimal. Berikut adalah beberapa langkah reformasi yang perlu dilakukan:

Keempat, Perubahan Budaya Organisasi: Budaya organisasi yang mengedepankan kompetensi, akuntabilitas, dan transparansi harus dibangun. Ini membutuhkan komitmen dari seluruh jajaran manajemen dan karyawan untuk bekerja menuju tujuan yang sama dengan standar etika yang tinggi.

Kelima, Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas: Transparansi dan akuntabilitas harus ditingkatkan dalam setiap aspek manajemen BUMN. Ini termasuk pengelolaan keuangan, pelaporan kinerja, dan proses pengambilan keputusan. Dengan transparansi yang lebih baik, kepercayaan publik dan investor terhadap BUMN akan meningkat.

Keenam, Kolaborasi dengan Sektor Swasta: BUMN dapat belajar dari praktik terbaik di sektor swasta dalam hal manajemen dan operasional. Kolaborasi dengan perusahaan swasta dapat membantu BUMN mengadopsi inovasi dan efisiensi yang telah terbukti berhasil di pasar.

Ketujuh, Peningkatan Kualitas Layanan: Fokus utama BUMN harus tetap pada peningkatan kualitas layanan kepada publik. Dengan layanan yang lebih baik, BUMN tidak hanya akan meningkatkan pendapatan tetapi juga mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari masyarakat.

Era politik balas budi dalam penggantian direksi dan komisaris BUMN harus segera diakhiri. Kompetensi, tantangan, dan target yang jelas harus menjadi pilar utama dalam manajemen BUMN. Keberhasilan Ignatius Jonan di PT. Kereta Api (Persero) dan kesadaran generasi muda Indonesia terhadap pentingnya pencapaian target menunjukkan bahwa pendekatan ini tidak hanya mungkin, tetapi juga sangat efektif.

BUMN yang dikelola dengan fokus pada kinerja akan lebih mampu bersaing di pasar global, meningkatkan efisiensi, dan memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perekonomian nasional. Saatnya BUMN bertransformasi menjadi entitas yang lebih profesional dan kompetitif, mengakhiri era patronase politik yang sudah ketinggalan zaman. Dengan reformasi yang tepat, BUMN dapat menjadi pilar penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan dan inklusif.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles