Inspirasi Kehidupan : Nikah Batin, Ala Walid Bidaah, Bagaimana Islam dan Teori Cinta Memandangnya?
.
Oleh Ustadz Gandhung Fajar Panjalu
(Pengajar Hukum Keluarga Islam UMSurabaya)
.
“Malam ini Walid nak munajat dengan Amira, sebab Amira ada tugas besar nak Walid bagi untuk berdakwah. Amira tau tak? Amira sungguh istimewa, Walid mesti jadikan istri batin Walid. Kita nikah batin, dan menghalalkan semuanya. Ketika batin Amira dan batin Walid bersatu. Malam ini Rasulullah bersama kita, dia akan menikahkan kita. Ya Rasulullah, Aku terima nikahnya Amira binti Marzuki dengan maksud nikah batin, dengan mas kawin surah Al-Fatihah.”
.
Cuplikan dialog di atas merupakan bagian dari film “Bidaah”, serial asal negeri Jiran, Malaysia yang ditayangkan di platform VIU. Dalam potongan scene yang tayang tersebut, Walid Muhammad sang tokoh utama sedang mengajak Amira untuk menikah batin.
Jauh sebelum viralnya film Bidaa, telah banyak ditemukan pembahasan terkait Nikah Batin. Misal dalam Jurnal Turats tahun 2018 tentang Nikah Batin di Padangpariaman Sumatera Barat, juga Skripsi tahun 2021 tentang Nikah Batin di Sungai Tabuk Banjarmasin Kalimantan Selatan, Tesis tahun 2023 tentang Nikah Batin di Kolaka Sulawesi Tenggara, serta beberapa naskah akademik lainnya.
Artinya, fenomena “nikah batin” bukanlah hal yang dibuat-buat, Ia benar-benar ada dan dipercayai oleh sebagian masyarakat kita. Lantas, bagaimana sejatinya hukum dari “Nikah Batin”? apakah hal tersebut benar-benar bersumber dari ajaran Islam?
Dari berbagai naskah yang ada serta apa yang tampak dari film Bidaah, Nikah Batin merujuk pada pernikahan yang dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi oleh kedua mempelai, tanpa adanya saksi dan wali. Dalam film Bidaah, saat menikahi Amira, Walid menjadikan Rasulullah sebagi walinya, tanpa menyebut saksi.
Dalam Islam, terdapat lima hal pokok yang harus ada dalam suatu perkawinan, yakni adanya mempelai pria, mempelai wanita, wali, dua saksi, dan shighat (Ijab-Qabul). Ditambah lagi, idealnya suatu perkawinan tersebut dilakukan sesuai dengan peraturan administratif perundang-undangan yang berlaku di wilayah tersebut.
Fenomena nikah batin yang dilakukan dalam film Bidaah jelas tidak sesuai dengan hal di atas baik menurut administrasi perundang-undangan maupun berkaitan dengan konsep perkawinan dalam Islam. Keberadaan wali sangatlah penting dalam perkawinan khususnya pada seorang gadis mengingat seorang anak perempuan berada di bawah tanggungjawab walinya, dan akad nikah menjadi prosesi peralihan tanggungjawab tersebut dari wali kepada suaminya.
Begitu pula keberadaan saksi nikah. Saksi nikah bukan hanya sosok yang melihat dan keabsahan ijab-qabul pada pernikahan tersebut. Ia juga memiliki peran penting sebagai bahan rujukan apabila kelak ada yang mempertanyakan status hubungan antara kedua mempelai.
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah dalam kitab Al-Mughni menuliskan ketika ditanya tentang hukum perkawinan tanpa wali dan saksi, ia menjawab
قال : لا نكاح إلا بولي وشاهدين من المسلمين
Artinya :“Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali dan dua orang saksi dari kalangan kaum Muslimin.” (Al-Mughni, Ibnu Qudamah).
Dalam teori “Triangle of Love”, terdapat tiga elemne yang harus ada dalam sebuah perkawinan. Ketiganya yakni Elemen Passion (Gairah), Commitment (Keterikatan) dan Intimacy (Keakraban). Nikah Batin sering kali dijadikan sebagai jalan bagi orang yang seolah ingin melegitimasi hubungannya hanya atas dasar elemen passion, sedangkan ia tak mau membangun elemen lain khususnya elemen Commitment antar pasangan. Elemen commitment diukur dari kemauan untuk membangun relasi jangka panjang dan ikatan yang kuat (Mitsaqon Gholidho) didasarkan pada aturan yang berlaku.
Lagi-lagi, film Bidaah memang dibuat untuk pelajaran tentang hal-hal yang banyak terjadi di masyarakat, namun tidak seharusnya dilakukan. Salah satunya adalah Nikah Batin ini. Dampak buruk dari Nikah Batin ini tentu sangat banyak kaitannya dengan komitmen tanggungjawab setelah pernikahan, hingga status dan hak waris anak.
Dengan pendekatan sadd al-dzari’ah (mencegah keburukan yang mungkin terjadi), sebaiknya janganlah termakan dengan bujuk rayu dan janji manis yang berujung pada nikah batin. Karena baik dalam Islam, pernikahan meliputi dua dimensi sekaligus, yakni dimensi lahir dan dimensi batin. Keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Semoga kita terhindar dari tren buruk yang kian merajalela.