Surabaya, kartanusa – Pengajian Ahad PagiMu Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Ngagel kali ini mengangkat tema; “Dakwah Kultural Muhammadiyah di Era Digital”. Pengajian berlangsung penuh kekhidmatan di halaman Sekolah Kreatif SD Muhammadiyah 16 Surabaya. Ahad (16/06/2025).
Hadir sebagai pemateri Ustadz Dr. Nurbani Yusuf, M.Si., Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Batu, sebuah refleksi Gerakan Dakwah Kultural KH. Ahmad Dahlan dan KH. Abdur Rozaq Fachruddin, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
Dalam paparannya, Ustadz Nurbani menyampaikan bahwa istighfar merupakan kunci keberkahan hidup.
“Ingin kaya, beristighfarlah. Ingin sejahtera, beristighfarlah.” Ujarnya.
Selanjutnya, ia menjelaskan berbagai jenis istighfar yang dicontohkan oleh para nabi. Istighfar Nabi Adam AS dilakukan menjelang matahari terbenam, istighfar Nabi Nuh AS dilakukan sebelum shalat Ashar, dan istighfar Nabi Yusuf AS dilakukan setelah shalat Duha.
Ia juga menegaskan bahwa perjuangan dakwah belum usai, dirinya sangat prihatin atas fenomena pertengkaran di kalangan umat.
“Kemenangan Muhammadiyah adalah kemenangan dialektik.” Tegasnya.
Ia kemudian mencontohkan bagaimana KH. Ahmad Dahlan berdakwah dengan menggunakan Bahasa Jawa pada tahun 1906, meski saat itu mendapat tentangan hingga dikafirkan.
“Namun, karena keberanian dan pendekatan kultural yang dilakukan, kini bahasa lokal telah menjadi bagian penting dalam dakwah di Indonesia.” Ungkapnya.
Ustadz Nurbani juga mengisahkan peran KH. Ahmad Dahlan dalam mendirikan Rumah Sakit bersama Dr. Sutomo. Meski awalnya ditentang oleh sebagian anggota PP Muhammadiyah karena metode pengobatan ala Belanda seperti suntik.
Tapi lihatlah hari ini, perjuangan tersebut kini membuahkan hasil dengan berdirinya banyak Rumah Sakit Muhammadiyah.
“Dakwah itu mengajak orang yang bermaksiat menjadi ahli dzikir, mengajak yang belum baik menjadi baik.” Tandasnya.
Menurutnya, Dakwah Kultural merupakan upaya nyata Muhammadiyah dalam mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Ia juga menyebutkan bahwa Muhammadiyah adalah organisasi yang kaya karena banyak aset yang diwakafkan oleh para tokohnya.
“Semua aset milik Muhammadiyah adalah hasil wakaf dan perjuangan bersama.” Ujarnya.
Ia juga menjelaskan tentang kisah keteladanan dakwah kultural yang dilakukan oleh KH. Abdur Rozaq Fachruddin, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
“Ketua PP Muhammadiyah, yang sederhana penuh karismatik. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ia berjualan bensin eceran. Tapi kedekatannya dengan semua kalangan bisa dijalin dengan baik, bahkan dengan masyarakat yang berbeda pemahaman sekalipun.” Ungkapnya.
Ia tokoh yang sangat dengan dengan para elit, alit, ulama’ bahkan umara’ dalam rangka menyampaikan dakwahnya. Bahkan ia pun berteman baik dengan para kiyai, salah satunya adalah KH. Abdurrahman Wahid, yang sering dipanggil Gus Dur.
“Dalam semalam, ia bisa ‘me-Muhammadiyah-kan’, santri dan jama’ah Gus Dur, dimana saat itu, Kiyai AR Fachruddin diminta menjadi imam Sholat Tarawih.” Ujarnya.
Akhirnya, malam itu santri dan jama’ah Gus Dur menjadi Muhammadiyah, karena melaksanakan Sholat Tarawih seperti yang difahami dan dilaksanakan oleh Masyarakat yakni 11 raka’at.
“Jadi, kemenangan dakwah Muhammadiyah adalah kemenangan dialektik. Ini harus difahami oleh kita semua, sehingga tidak ada lagi saling mengkafirkan dan membid’ahkan, hanya karena adalah pemahaman yang berbeda.” Tegasnya.
Di akhir tausiyahnya, Ustadz Nurbani menguraikan empat tipe manusia, yakni; Pertama, Orang kaya di dunia namun melarat di akhirat, yaitu yang enggan bersedekah.
Kedua, Orang miskin di dunia namun bahagia di akhirat karena bersyukur.
Ketiga, Orang miskin di dunia dan akhirat karena tidak bersyukur.
Keempat, Orang kaya di dunia dan akhirat karena pandai bersyukur.
“Semoga kita semua nantinya bisa masuk surga bersama.” Pungkasnya. (Humas/Gus).